masukkan script iklan disini
Delapan Rumah Sakit di Bogor Hentikan Layanan BPJS. Ada Apa? - Mulai Januari 2019, Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menghentikan kerja sama dengan delapan rumah sakit di Bogor. Penghentian kerja sama disebabkan, delapan rumah sakit tersebut belum memenuhi syarat akreditasi sesuai Peraturan Menteri Kesehatan no 99/2015.
Delapan RS di Bogor yang menghentikan layananan BPJS antara lain, RS Citama, RS Bina Husada, RSIA Annida, RS dr. Sismadi, RSIA Permata Pertiwi, dan RS Asysyifaa. Enam rumah sakit ini berada di Kabupaten Bogor. Sedangkan dua rumah sakit lagi, yakni RSIA Bunda Suryatni dan RSIA Sawojajar berada di Kota Bogor.
Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan, RS harus memenuhi syarat akreditasi jika ingin bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 Tahun 2015 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional.
Foto /healt.detik.com
“Artinya tahun 2019, syarat terkait akreditasi menjadi mutlak harus dipenuhi apabila bekerja sama dengan BPJS kesehatan,” ujar Iqbal dalam keterangannya, Jumat (4/12).
Dengan begitu, RS yang belum mengantongi akreditasi harus segera mengurusnya. Akreditasi itu bukan berdasarkan atau tidak dipengaruhi oleh tipe RS seperti tipe A, B, dan C.
“(Tipe RS) tidak terpengaruh sebenarnya. Di Permenkes 71 Tahun 2013 dulu disyaratkan wajib setelah tiga tahun. Tapi, kemudian direvisi menjadi lima tahun pada Permenkes 99 Tahun 2015, jatuhnya di 2019,” tegas Iqbal.
Maka seharusnya, kata Iqbal, waktu lima tahun sudah cukup bagi RS untuk mendapatkan sertifikasi akreditasi. Tujuannya, sertifikasi akreditasi menjadi indikator jaminan pelayanan pada pasien. Ia pun melihat persoalan ini terkait standar layanan kesehatan dengan keamanan pasien.
Untuk menyeleksi fasilitas kesehatan yang ingin bermitra dengan BPJS antara lain sumber daya manusia (tenaga medis yang kompeten), kelengkapan sarana, dan prasarana, lingkup pelayanan, dan komitmen pelayanan. Akreditasi merupakan cerminan dari kriteria tersebut, tegasnya.
Dalam melakukan seleksi, BPJS Kesehatan melibatkan dinas kesehatan kabupaten/kota setempat dan asosiasi fasilitas kesehatan.
”Artinya, akreditasi itu tidak BPJS Kesehatan sendiri tetapi juga melibatkan pemerintah kota/kabupaten,” paparnya. Dengan demikian rumah sakit yang dikontrak BPJS Kesehatan harus sudah terakreditasi untuk menjamin pelayanan kesehatan yang bermutu untuk masyarakat, kecuali ada ketentuan lain.
Dalam proses ini juga mempertimbangkan pendapat dinas kesehatan setempat. Baik BPJS Kesehatan maupun dinas kesehatan memastikan bahwa pemutusan kontrak tidak mengganggu pelayanan kepada masyarakat.
Iqbal menambahkan, adanya anggapan bahwa penghentian kontrak kerjasama dikaitkan dengan kondisi defisit BPJS Kesehatan adalah informasi yang tidak benar.
”Sampai saat ini pembayaran oleh BPJS Kesehatan tetap berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tambahnya.
Sumber: BeritaSatu.com
Delapan RS di Bogor yang menghentikan layananan BPJS antara lain, RS Citama, RS Bina Husada, RSIA Annida, RS dr. Sismadi, RSIA Permata Pertiwi, dan RS Asysyifaa. Enam rumah sakit ini berada di Kabupaten Bogor. Sedangkan dua rumah sakit lagi, yakni RSIA Bunda Suryatni dan RSIA Sawojajar berada di Kota Bogor.
Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan, RS harus memenuhi syarat akreditasi jika ingin bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 Tahun 2015 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional.
Foto /healt.detik.com
“Artinya tahun 2019, syarat terkait akreditasi menjadi mutlak harus dipenuhi apabila bekerja sama dengan BPJS kesehatan,” ujar Iqbal dalam keterangannya, Jumat (4/12).
Dengan begitu, RS yang belum mengantongi akreditasi harus segera mengurusnya. Akreditasi itu bukan berdasarkan atau tidak dipengaruhi oleh tipe RS seperti tipe A, B, dan C.
“(Tipe RS) tidak terpengaruh sebenarnya. Di Permenkes 71 Tahun 2013 dulu disyaratkan wajib setelah tiga tahun. Tapi, kemudian direvisi menjadi lima tahun pada Permenkes 99 Tahun 2015, jatuhnya di 2019,” tegas Iqbal.
Maka seharusnya, kata Iqbal, waktu lima tahun sudah cukup bagi RS untuk mendapatkan sertifikasi akreditasi. Tujuannya, sertifikasi akreditasi menjadi indikator jaminan pelayanan pada pasien. Ia pun melihat persoalan ini terkait standar layanan kesehatan dengan keamanan pasien.
Untuk menyeleksi fasilitas kesehatan yang ingin bermitra dengan BPJS antara lain sumber daya manusia (tenaga medis yang kompeten), kelengkapan sarana, dan prasarana, lingkup pelayanan, dan komitmen pelayanan. Akreditasi merupakan cerminan dari kriteria tersebut, tegasnya.
Dalam melakukan seleksi, BPJS Kesehatan melibatkan dinas kesehatan kabupaten/kota setempat dan asosiasi fasilitas kesehatan.
”Artinya, akreditasi itu tidak BPJS Kesehatan sendiri tetapi juga melibatkan pemerintah kota/kabupaten,” paparnya. Dengan demikian rumah sakit yang dikontrak BPJS Kesehatan harus sudah terakreditasi untuk menjamin pelayanan kesehatan yang bermutu untuk masyarakat, kecuali ada ketentuan lain.
Dalam proses ini juga mempertimbangkan pendapat dinas kesehatan setempat. Baik BPJS Kesehatan maupun dinas kesehatan memastikan bahwa pemutusan kontrak tidak mengganggu pelayanan kepada masyarakat.
Iqbal menambahkan, adanya anggapan bahwa penghentian kontrak kerjasama dikaitkan dengan kondisi defisit BPJS Kesehatan adalah informasi yang tidak benar.
”Sampai saat ini pembayaran oleh BPJS Kesehatan tetap berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tambahnya.
Sumber: BeritaSatu.com